Minggu, 26 Juli 2015

Pilihan

"Dit..."
"Dit..."
"Dit..."
Suara mengawang awang terdengar olehku. Suara itu terhalangi oleh kerasnya angin dan dinginnya malam ini.
Aku melihat ke arah kota... kota yang indah sekali dihiasi berbagai macam lampu gemerlapan.
"Dit!!"
"Dit!!"
Suara itu semakin kencang. Tapi aku sama sekali tidak peduli.
"Dit! Kumohon!"
Semakin terdengar suara itu. Sumbernya dari bawah sini.
Mereka tidak bisa naik kesini.
Aku sama sekali tidak peduli.
"Dit!"
"Kumohon!"
Brak!
Aku mendengar dobrakan pintu dan tangisan perempuan.
Namun, aku sama sekali tidak peduli.
"Dit..."
Frekuensi suara pun menurun.
Mungkin mereka sudah putus asa.
Tapi aku sama sekali tidak peduli.
Kalau ditanya kenapa aku berada ditempat seperti ini, jawabku hanya satu. Merasa.
Aku ingin merasakan sesuatu yang benar benar ingin kurasakan.
Pengisi perasaan yang hampa dan jawaban dari segala pertanyaan yang terpikirkan.
Tapi aku yakin hal tersebut hanya utopia semu tak berujung bagai pungguk merindukan bulan.
Kini aku tak peduli lagi...
"Dit!"
Aku yakin. Ini pilihanku.
Atas nama kehendak bebas aku memilih jalan hidupku sendiri.
"Dit, jangan loncat!"
Aku...
Ingin pulang...
Aku pun dengan yakin loncat dari sini... kebawah... beberapa ratus kaki dari sini.
Tidak apa apa...
"Didit!!!!!!"
Teriakan itu jelas terdengar ke telingaku, aku pun pun melayang di udara yang dingin ini.
Asik sekali, aku tak peduli teriakan orang orang. Tangisan orang orang.
Aku sudah memilih jalan hidupku sendiri.
Aku ingin pulang...
Sembari asik melayang di udara dengan kecepatan tinggi yang mengasyikkan, aku menikmati sampai pada akhirnya aku...
Tidak sanggup membuka mataku lagi...